oleh

Ini Kajian Hukum Terkait Dugaan Plagiasi Calon Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya

Palembang – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi diminta membentuk tim evaluasi terkait proses pemilihan Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya (Polsri), yang diterpa isu plagiasi yang dilakukan ketiga calon kursi Direktur Polsri periode 2024-2028.

Hal ini diungkap akademisi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Dr. Artha Febriansyah, SH, MH. Dikatakannya, secara etika pihak Kementrian lebih baik  menunda pemilihan sampai masalah isu plagiasi ini dilakukan klarifikasi dan pembuktian secara sahih.

“Ini berkaitan dengan marwah politeknik itu sendiri dan kementrian pendidikan. Hal ini perlu pembuktian yang akurat tentang plagiarisme, karena ini isu yang sangat sensitif dan penting dalam dunia pendidikan,” ujar Artha, Selasa 23 Januari 2024.

Secara hukum, pihak Polsri khususnya panitia pemilihan wajib membuktikan bahwa calon Direktur Polsri tidak terlibat plagiarisme agar tidak ada praduga. Jangan sampai masalah ini dibiarkan liar sehingga akan merugikan banyak pihak.

Dijelaskan Artha, di Indonesia, meskipun tidak secara khusus menyebutkan plagiarisme, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pada beberapa pasal dalam undang-undang tersebut dan peraturan pendidikan turunannya mengandung ketentuan terkait etika akademis dan integritas dalam dunia pendidikan.

“Pasal 4 Ayat (1) UUSPN menyebutkan bahwa pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, dan kreatif. Plagiarisme dapat bertentangan dengan nilai-nilai akhlak mulia dan kreativitas,” jelasnya.

Kemudian pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Permendiknas No. 19/2005), yang mengatur tentang standar nasional pendidikan, dan bagian-bagian tertentu dapat menyoroti aspek integritas akademis dan etika, meskipun tidak secara eksplisit membahas plagiarisme.

Serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (PP No. 74/2008), yang menyebutkan kewajiban guru termasuk memberikan teladan moral dan etika yang baik kepada peserta didik. Pelanggaran terhadap etika, termasuk plagiarisme, dapat memengaruhi status guru.

“Meskipun undang-undang tersebut tidak secara langsung menyebutkan plagiarisme, institusi pendidikan biasanya memiliki peraturan atau kode etik yang mengatasi isu tersebut secara lebih rinci. Oleh karena itu, penting untuk merujuk pada peraturan internal perguruan tinggi terkait untuk memahami konsekuensi dan prosedur yang terkait dengan kasus plagiarisme,” jelas Artha.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru